Jalan berliku di pinggiran Bukit Barisan akan mengantarkanmu menuju Desa Adat Sijunjung di Desa Koto Padang Ranah dan Tanah Bato, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Berjarak sekitar 110 kilometer dari pusat Kota Padang, desa adat ini bisa ditempuh dalam empat jam perjalanan dari pusat Kota Padang. Desa ini menyimpan banyak destinasi menarik yang patut diacungi jempol. Sebab, beragam destinasi bagi pencinta kegiatan alam bebas tersaji di sini. baca juga Ingin Makan Hidangan Laut ? Yuk Simak Cara Masak Seafood Saus Padang Mengenal Tengkuluk Tanduk yang Dipakai Roehana Koeddoes di Google Doodle Tradisi Batagak Kudo-kudo, Cerminan Nyata Sikap Gotong Royong Orang Minang Usai menyusuri perkebunan karet, kamu akan menginjakkan kaki di pusat kota Sijunjung – Muaro Sijunjung. Pusat kotanya berada sekitar 20 kilometer dari jalur Lintas Sumatera. Cukup mudah menemukan perkampungan adat ini yang memanjang dan saling berhadap-hadapan, di salah satu ruas jalan yang tak jauh dari kantor bupati setempat hanya sekitar 15 menit perjalanan dengan kendaraan. Jembatan sepanjang 200 meter yang membentang di Batang Sukam, menjadi pintu masuk ke Desa Adat Sijunjung. Namun, ada cerita di balik patung perempuan berpakaian adat yang berdiri kokoh saat memasuki kampung ini. Apa hubungannya dengan patung perempuan yang berdiri di pertigaan jalan dan tepat berada di tengah-tengah desa adat ini? Dikutip dari Padang Kita, perempuan ini, menurut cerita Rajo Endah, dikenal dengan sebutan Puti Junjung. Puti merupakan sebutan untuk seorang perempuan bangsawan di Minang atau lebih akrab disebut dengan Putri’. Cerita asal-usul desa adat ini berlanjut dalam bahasa tutur secara turun temurun. Nama Sijunjung diambil dari hasil rapat yang digelar petinggi kampung. Kebuntuan terkait nama terjawab saat suara perempuan minta tolong yang memecah keheningan. Suara itu berasal dari tepi Sungai Mananti. Tak satu pun yang mampu menyelamatkan perempuan yang terjepit di himpitan batu. Perempuan ini dikenal dengan Si Niar, nama kebangsawanan Puti Junjuang. Hanya Syech Amaluddin berhasil membebaskan Puti Junjuang yang terjepit itu. Peristiwa itu yang kemudian menjadikan Ninik Mamak lembaga adat sepakat menamakan daerah ini dengan Sijunjuang. Puti Junjuang itu yang dibuatkan patungnya. Hal ini juga diperkuat dengan data dari Pemerintah Sijunjung, yang menunjukkan Nagari Sijunjun atau tempat desa adat Sijunjung diyakini sudah ada sejak abad XII. Meski sudah ada sejak abad ke-12, jumlah rumah adat di desa ini stagnan di angka 76. Angka ini bertahan sejak tahun 1950-an yakni lima tahun pasca Soerkano-Hatta membacakan teks Proklamasi di Lapangan Merdeka, ribuan kilometer dari Sijunjung. Tidak mudah memang untuk mendirikan rumah adat di Desa Adat ini. Harus ada persetujuan pangulu penghulu untuk menambahnya, yang disepakati melalui rapat adat. Pangulu adalah pimpinan dalam adat Minangkabau. Status Pangulu diberi gelar datuak dan berperan penting dalam memutuskan perkara. Selain itu, dalam pembangunan rumah gadang, juga mesti ada pedapat dari monti menteri dan tungganai penjaga kampung. Ketiga pemimpin adat ini sebagai tungku tigo sajarangan. Ketiga pimpinan adat ini mesti hadir ketika rumah adat dibangun. Pendapat Pangulu menjadi syarat wajib untuk membangun rumah adat baru di Desa Adat Sijunjung. Jika tak ada pangulu, maka rumah adat tak akan dibangun.[]
Sesuaidengan namanya, Kidang Garungan memiliki tubuh manusia tapi kepalanya merupakan kepala kijang atau rusa. (BACA: Sensasi Sauna Alami di Kawah Kamojang, Bandung) Singkat cerita, Pangeran Kidang Garungan hendak meminang Putri Shinta Dewi. Namun karena paras pangeran yang sangat buruk, sang putri pun menolak pinangan itu.
Baca juga afkir? apkiragregatifbersifat agregasi pengekangan thd kecen-derungan impor harus tetap dilakukan dng...agronomicabang ilmu pertanian yg berkenaan dng teori dan praktik produksi...akasiapohon atau perdu yg tumbuh di daerah tropis, bunganya berwarna...aksep/aksép/ surat pengakuan utang;- surat wesel yg diterima...aktinolitvarietas mineral hornblenda
KerajaanBanjar adalah nama lain dari sebutan Kerajaan Banjarmasin atau Kesultanan Banjar. Kerajaan Banjar menurut M. Idwar Saleh (1981/1982) berdiri pada tanggal 24 September 1526 sebagai sebuah kerajaan Islam. gelar untuk putera/puteri dari wanita "Gusti" yang menikah dengan orang kalangan biasa. Antung setara dengan gelar Utin (wanita
Keturunannyadari perkawinan dengan Siti Onggu yaitu ABD. KARIM digelar bangsawan BAHU KANAN atau HARU DALAM, sedangkan turunannya dari perkawinan dengan puteri Si Margolang yaitu ABD. SAMAT dan ABD. KAHAR digelar BAHU KIRI atau HARU LUAR. Mereka umumnya dipanggil dengan gelar sebutan”DATUK MUDA”.
. 08lh2jloga.pages.dev/20108lh2jloga.pages.dev/18908lh2jloga.pages.dev/39408lh2jloga.pages.dev/4308lh2jloga.pages.dev/28608lh2jloga.pages.dev/3908lh2jloga.pages.dev/3108lh2jloga.pages.dev/15908lh2jloga.pages.dev/347
sebutan putri bangsawan deli